1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Di tulisan terdahulu [bagian kedua] kami
sebutkan bahwa perkawinan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk
memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan),
bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan seperti cara-cara orang sekarang
ini dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain
sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.
2. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
Sasaran utama dari disyari'atkannya
perkawinan dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi martabat manusia
dari perbuatan kotor dan keji, yang telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan dan pembentukan keluarga sebagai
sarana efefktif untuk memelihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan
melindungi masyarakat dari kekacauan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
"Artinya : Wahai para pemuda !
Barangsiapa diantara kalian berkemampuan untuk nikah, maka nikahlah, karena
nikah itu lebih menundukan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan).
Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa (shaum), karena shaum
itu dapat membentengi dirinya". (Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari,
Muslim, Tirmidzi, Nasa'i, Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi).
3. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Islam
membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami istri sudah tidak sanggup
lagi menegakkan batas-batas Allah, sebagaimana firman Allah dalam ayat berikut
:
"Artinya : Thalaq (yang dapat
dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma'ruf atau
menceraikan dengan cara yang baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas
keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya.
Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang
melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim".
(Al-Baqarah : 229).
Yakni keduanya sudah tidak sanggup
melaksanakan syari'at Allah. Dan dibenarkan rujuk (kembali nikah lagi) bila
keduanya sanggup menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang disebutkan
dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di atas :
"Artinya : Kemudian jika si suami
menthalaqnya (sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi
baginya hingga dikawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain
itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama
dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkannya kepada
kaum yang (mau) mengetahui ". (Al-Baqarah : 230).
Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan
adalah agar suami istri melaksanakan syari'at Islam dalam rumah tangganya.
Hukum ditegakkannya rumah tangga berdasarkan syari'at Islam adalah WAJIB. Oleh karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin membina rumah
tangga yang Islami, maka ajaran Islam telah memberikan beberapa kriteria
tentang calon pasangan yang ideal :
a. Harus Kafa'ah
b. Shalihah
a. Kafa'ah Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak
menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang ini orang tua yang memiliki
pemikiran, bahwa di dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu
mempertimbangkan keseimbangan kedudukan, status sosial dan keturunan saja.
Sementara pertimbangan agama kurang mendapat perhatian. Masalah Kufu' (sederajat,
sepadan) hanya diukur lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa'ah atau kesamaan,
kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan, dipandang sangat penting karena
dengan adanya kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha untuk
mendirikan dan membina rumah tangga yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi kafa'ah menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman
dan taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan
lain-lainnya. Allah memandang sama derajat seseorang baik itu orang Arab maupun
non Arab, miskin atau kaya. Tidak ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat
taqwanya (Al-Hujuraat : 13).
"Artinya : Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah
ialah orang-orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal". (Al-Hujuraat : 13).
Dan mereka tetap sekufu' dan tidak ada
halangan bagi mereka untuk menikah satu sama lainnya. Wajib bagi para orang
tua, pemuda dan pemudi yang masih berfaham materialis dan mempertahankan adat
istiadat wajib mereka meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah
Nabi yang Shahih. Sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam :
"Artinya : Wanita dikawini karena
empat hal : Karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan
karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya (ke-Islamannya),
sebab kalau tidak demikian, niscaya kamu akan celaka". (Hadits Shahi
Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175).
b. Memilih Yang Shalihah
Orang yang mau nikah harus memilih
wanita yang shalihah dan wanita harus memilih laki-laki yang shalih.
Menurut Al-Qur'an wanita yang shalihah
ialah :
"Artinya : Wanita yang shalihah
ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri bila suami tidak ada,
sebagaimana Allah telah memelihara (mereka)". (An-Nisaa : 34).
Menurut Al-Qur'an dan Al-Hadits yang
Shahih di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
"Ta'at kepada Allah, Ta'at kepada
Rasul, Memakai jilbab yang menutup seluruh auratnya dan tidak untuk pamer
kecantikan (tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab : 32), Tidak
berdua-duaan dengan laki-laki yang bukan mahram, Ta'at kepada kedua Orang Tua
dalam kebaikan, Ta'at kepada suami dan baik kepada tetangganya dan lain
sebagainya".
Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah
rumah tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai tambahan, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam menganjurkan untuk memilih wanita yang peranak
dan penyayang agar dapat melahirkan generasi penerus umat.
4. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya
untuk beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut
pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan dan
amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih yang lain, sampai-sampai
menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda :
"Artinya : Jika kalian bersetubuh
dengan istri-istri kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda Rasulullah para
shahabat keheranan dan bertanya : "Wahai Rasulullah, seorang suami yang
memuaskan nafsu birahinya terhadap istrinya akan mendapat pahala ?" Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menjawab : "Bagaimana menurut kalian jika
mereka (para suami) bersetubuh dengan selain istrinya, bukankah mereka berdosa
.? Jawab para shahabat :"Ya, benar". Beliau bersabda lagi : "Begitu
pula kalau mereka bersetubuh dengan istrinya (di tempat yang halal), mereka
akan memperoleh pahala !". (Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad
5:1167-168 dan Nasa'i dengan sanad yang Shahih).
5. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih
Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah berfirman :
"Artinya : Allah telah menjadikan
dari diri-diri kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan bagimu dari
istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang
baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah ?". (An-Nahl : 72).
Dan yang terpenting lagi dalam
perkawinan bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi berusaha mencari dan
membentuk generasi yang berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak
akan diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang benar. Kita sebutkan
demikian karena banyak "Lembaga Pendidikan Islam", tetapi isi dan
caranya tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak kaum muslimin tidak
memiliki ahlaq Islami, diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh karena
itu suami istri bertanggung jawab mendidik, mengajar, dan mengarahkan
anak-anaknya ke jalan yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam,
Islam juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu sebagai salah satu jalan
untuk merealisasikan tujuan-tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai
aspek kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan mempunyai pengaruh besar dan
mendasar terhadap kaum muslimin dan eksistensi umat Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar